Hari Perayaan Untuk Tuan
February 12, 2015
Aku selalu duduk di sana, menjadi bayangan lentera di sudut ruangan beraroma manis. Berbicara pada bayangan lain yang sama-sama memupuki cahaya agar tak lekas padam.
Dan hari itu tiba. Tanggal merah paling cerah. Aku berlari menyambutmu, bahagia.
Sejenak aku merasa nyata, karena akulah bayangan paling bahagia, hingga kulihat matamu berbicara..
Dan menampar habis keyakinanku.
Matamu bilang,
Mencintaimu adalah kelancangan.
Mencintaimu adalah sia-sia.
Mencintaimu adalah dosa.
Aku tak tahu diri.
Lentera itu menertawaiku hingga minyaknya berceceran di lantai.
Teman bayanganku sudah punah. Lenteraku kehabisan minyak.
Aku cinta kau dan tak peduli apakah kau cinta aku atau tidak.
Sebab ini hanya perkara aku cinta kau. Aku cinta kau untuk diriku sendiri.
Aku cinta kau dan aku tak perlu ijin siapapun untuk cinta kau.
Sebab ini hanya perkara aku cinta kau. Aku cinta kau karena aku cinta diriku sendiri.
Aku cinta kau dan tak masalah bila kau juga cinta aku.
Sebab ini hanya perkara aku cinta kau. Aku cinta kau karena aku cinta kau.
Aku cinta kau dan tak pernah kupaksa kau untuk cinta aku lagi. Pun dalam doa yang saban hari kurapalkan,
Sebab aku cinta kau sekhusyuk doa sepertiga malam.
Aku cinta kau dan selalu saja seperti itu. Aku cinta kau setabah gurun menanti hujan.
Aku cinta kau dan entah bagaimana lagi aku harus menyebutnya. Kau telaga dan aku daun yang rela gugur di sejukmu.
Aku cinta kau senaif itu.
***
Catatan ini untuk kau yang barangkali sudah sangat lelah dan tak mau lagi terusik oleh inginku yang kelewat enggan kau ladeni.
Aku pernah bilang pada diriku sendiri, bahwa aku hanya akan benar-benar melepasmu jika kau peluk aku untuk yang terakhir kalinya. Dan aku takkan pernah mengusikmu lagi.
Selamat mengadakan perayaan besar sebab kini aku akan melepasmu.
Ya, melepasmu-tanpa pelukan. Kau senang membacanya, bukan?
Selamat merayakan hari kebebasan..
Selamat tanggal tiga belas.
Aku cinta kau tanpa perlu aku mengusikmu. Sebab aku cinta kau.
0 comments