Tidak Bernama, Semoga Saja Tidak Bermakna

June 21, 2022

Aku terbangun di kasurku yang sudah rusak. 

Yang pegasnya mencuat dan sisi dipannya tinggi sebelah. 

Tergesa aku ke kamar mandi, nyaris saja mengompol. Sekalian saja mandi pikirku. 

Di depan wastafel kugosok gigiku, sambil bercermin..

Berdiri di belakangku, terpantul dari cermin, kutangkap:

Botak.

Tinggi.

Telanjang.

Asing.

Mencium tengkuk dan bahuku gemas. Ia tertawa. Aku terpaku sesaat. 

Kurasakan hangat dari dalam rongga dada.

Batinku seperti mengenalnya tapi asing di mataku. 

Kulanjutkan menggosok gigi.

===


“Lho, ini bajumu baru dipake kok ditaruh di keranjang cuci?” Tanya Ibuku.

“Udah kotor, jijik pakenya.” Jawabku, memandang daster bergaris yang enggan kupakai lagi.


Pria botak itu tertawa melihatku menunjuk-nunjuk daster usang itu. 

Di hadapannya ada kopi dan pisang goreng yang entah kapan sudah ada di sana. 

“Kamu kapan dinas lagi?” Tanyaku basa-basi

“Habis Lebaran” Jawabnya.

“Kasurku rusak.”

“Sudah kubilang kan, beli yang baru.” Jawabnya.


Aku tidak tahu siapa pria ini. Tapi baju lorengnya digantung di pintu kamarku. 

===


Aku terbangun di kasurku yang sudah rusak. 

Yang pegasnya mencuat dan sisi dipannya tinggi sebelah.

Melekat di badanku daster bergaris yang usang dan berlubang di mana-mana. 

Teringatku akan kisah lebaran kedua dan kamu yang lagi-lagi lupa membeli bibit cemara. 


Mei, 2021

You Might Also Like

0 comments

Popular Posts