Pretensi Sinematik

January 03, 2017


Dudukmu masih tegak, tapi kacamatamu sudah melorot berkali-kali.
Manusia-manusia indah itu saling memandang, lalu bercinta di balik kemudi. Terbakar birahi dalam riuhnya badai padang pasir.

Mereka saling cinta, kita nisbi.
Relasi antara kau dan aku hipokrit semata.
Aku cinta kacamatamu dan kau cinta pinggulku, tapi mangkir dan bilang semua berasal dari nurani.
Kita nisbi, bisa juga hipokrit.

Aih, kau terlalu peduli pada mereka, sayang..

Aku ingat kau gemar sekali menulis. Menulis mimpi. Mimpi dengan tanda petik tunggal. Belakangan aku tahu maknanya jamak.
Semakin sulit  mencari celah untuk memberi kecupan selamat malam. Sebab kau tulis semua di keningmu, biar mereka semua lihat, katamu.

Mimpi-mimpimu tak kenal mudik lebaran, mereka bertambah tapi tak pernah kena gusur. Beberapa tumbuh besar dan bertingkah seperti politisi. Menyalahkan hidup ketimbang memperbaiki nurani adalah satu-satunya pilihan buatmu. Telingamu tuli dan matamu terlanjur tak berfungsi.

Kita semua tahu lidah dan mulutmu (selain menghisap kretek) berfungsi dengan amat sangat baik.
Tapi dalam bioskop kita tak diperbolehkan merokok. Hanya boleh minum soda dan berondong jagung mahal yang berisik.

Kita besar oleh kapitalisme.
Nuranimu tergerus citra di keningmu.





Selamat menempuh tahun yang baru untukmu!





You Might Also Like

2 comments

  1. Baca ini, otomatis ada satu nama di terbesit kepala. Hmm tp gatau juga sih, pikiranku mengarah ke sana :))))

    ReplyDelete

Popular Posts