Aku menaruh kata yang tak sempat jadi suara. Bukan karena tak mampu bicara, tapi karena beberapa hal memang lebih nyaman disampaikan lewat tulisan—tanpa tatapan, tanpa interupsi, tanpa harus menang. Di kepala, banyak hal berlalu: kegelisahan yang samar, pertanyaan yang belum sempat dijawab, atau emosi yang terlalu kecil untuk jadi percakapan. Tapi semuanya tetap ingin ada. Tetap ingin dikenal, meski samar. So I built this space. A quiet corner for the things I never said out loud. For fragments that kept echoing inside, but never found their place in conversations. Aku tidak menulis untuk mengajari siapa-siapa. I write to preserve. To remember. To let things live—one word at a time. If a sentence sticks with you, maybe you’ve held something in too long too. Or, you can try write me quietly in a Whisper Box below.